RESISTANSI HMI DALAM MERAWAT KHITTAH DITENGAH HIRUK PIKUK PERSOALAN BANGSA

Oleh : Muhammad Abdul Ali Lubis

Himpunan Mahasiswa Islamn (HMI) dilahirkan di kota Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947 oleh beberapa orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) yang memiliki kerasahan terhadap beberapa masalah pada masa itu, Mahasiswa tersebut yaitu Lafran Pane (sebagai pemrakarsa) dan Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur, Siti Zainah, M. Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi (yang ikut hadir dalam rapat pertama pembentukan HMI tgl 5 Februari 1947).

Latar Belakang ditubuhkannya HMI  pada masa itu sebab organisasi mahasiswa yang sudah ada sebelumnya seperti Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) masih bersifat kedaerahan, berbau feodalisme dan terlalu kebarat-baratan, sehingga aspirasi keislaman sama sekali tidak tersalurkan melalui PMY. Latar belakang berikutnya adalah bahwa kondisi umat Islam Indonesia sangat memprhatinkan, terbelakang, dan jumud, dan kondisi perguruan tinggi yang terlalu berat pada masalah duniawiyah dan pendidikan umum, sama sekali meninggalkan ukhrawiyah dan pendidikan agama. Secara institusional, Jong Islamieten Bond sebagai satu-satunya wadah perjuangan angkatan Muda Islam sudah lama mati, sehingga HMI berharap dapat menjadi pelanjut dari perjuangan Jong Islamieten Bond. Sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia, HMI telah banyak menyerahkan punggungnya memikul beban materil pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang berpengetahuan luas, futuris, dan beradab.

Sembilan windu telah berlalu, HMI tak lagi muda. Dilahirkan sembari disematkan cita HmI di harapkan mampu untuk mempertahankan cita-cita Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, serta menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dalam perkembangannya, setelah perjuangan kemerdekaan telah dianggap selesai, pada kongres ke-IV tanggal 14 Oktober 1955 di Bandung, cita-cita HMI berubah menjadi: Ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam.

Dari organisasi perjuangan menjadi organisasi perkaderan, HMI turun tangan membasahi tanah pertiwi serta menaburi benih manusia-manusia pejuang dan pengkader keindonesiaan-keislaman untuk generasi yang akan datang. Sekarang, HMI bukan lagi sekadar Himpunan Mahasiswa Islam. Takaran HMI bertambah, seperti yang ditakar oleh Jendral Sudirman bahwa HMI adalah Harapan Masyarakat Indonesia. Meski langkah juang tersendat-sendat, dan beberapa kali terganjal konflik eksta-intra interest, HMI tidak pernah terjatuh apalagi berbalik arah duduk di bangku penonton berpangku tangan sembari ikut bersorak-sorai. HMI tak punya watak memberi riak; watak HMI pencipta gelombang pembaruan demi Indonesia yang berkeadilan dan berkemajuan. Mengarungi samudra pendewasaan diri, perdebatan tentang tujuan gerakan tak pernah sedetik pun abstain di HMI. Pada Kongres ke-X tanggal 10 Oktober 1971 di Palembang, rumusan cita-cita HMI bertambah sesuai tantangan zaman menjadi: "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil-makmur yang diridhoi Allah subhanahu wa ta ala." Tiga kali penyesuaian, cita HMI tak berubah, bertahan sampai kini. Kalau mau dihitung-hitung, rumusan cita-cita HMI pada 10 Oktober 1971, di tanggal 10 Oktober 2021 nanti genap berusia 50 tahun. Sampai saat ini ketidaktahuan  sebab terpakainya apakah karena masih dianggap relevan dengan tatanan sosial dan tantangan zaman ataukah terjadi stagnan pemikiran pembaruan. Hanya para peserta kongres dari periode ke periode sajalah yang bisa menjawab secara tepat.

Namun yang dapat dipastikan kepada selurah kader HMI ialah jangankan merekonstruksi atau menyegarkan cita-cita perjuangan, program kerja nasional saja kita tak punya. Selalu disetiap forum-forum perkaderan di HMI, keterpurukan umat Islam lantaran terlalu membanggakan kejayaan Islam di masa lampau berulang kali disampaikan untuk peserta. Saking serunya menebar pesona dan mencecar isi kepala para kader, tak sadar bahwa hal yang diingatkan itu sedang dipraktikan oleh manusia-manusia di HMI itu sendiri. Daya khawatir raga HMI maju, tapi jiwa dan pikirannya tertinggal jauh di tahun 1971. Mengapa tidak? Bayangkan, undang-undang negara saja sudah berulang kali diamandemenkan—dan HMI masih merasa dirinya sebagai intelektual-pluralis, kiblat organisasi demokratik dan modern, eh, sedangkan sistem pemilihan orang nomor satu di tingkat teritorial (Cabang), wilayah (Badko), dan nasional (Pengurus Besar) saja masih bersifat keterwakilan. Sistem keterwakilan atau perlementer itu, di bangsa ini, sudah dikuburkan sejak puluhan tahun lalu di dalam tanah pertiwi, dan HMI masih setia menganutnya, namun diluar dari pada itu semua HmI merupakan organisasi yang tetap eksis serta merawat cinta dan cita untuk capai kepada dari apa yang dicita – citakan.

Pada hakekatnya HmI bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik dan kuantitatif, sebaliknya HmI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat dan potensi yang mendidik, memimpin dan membimbing anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif. Dari tujuan ini kemudian dapat dijabarkan 5 kualitas insan cita HmI yang harus mewujud dalam pribadi setiap kader HmI; kualitas insan akademis (memiliki rekam jejak intelektual dan akademik yang baik), kualitas insan pencipta (memiliki daya inovasi, kreasi dan inisiatif yang cemerlang dalam berkarya), kualitas insan pengabdi (memiliki orientasi perjuangan semata untuk mengabdi pada Tuhan, masyarakat dan alam), kualitas insan islam (menjadikan nilai-nilai luhur ajaran islam sebagai orientasi perjuangan) dan kualitas insan bertangggung jawab dalam mewujudkan tatanan masyarakat adil makmur dalam ridho Allah Subhanahu wata‘ala (Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofuur) . Dalam Latihan Kader 1 semua kader HMI wajib untuk menghafalkan kalimat ini sehingga hampir setiap kader HmI sangat ingat dan hafal bagaimana Mission itu di lafalkan, namun demikian pengejawantahannya dalam aktifitas pribadi dan keorganisasian masih belum dapat dikatakan berhasil.

Oleh sebab itu, kader HmI sebagai ujung tombak yang mengemban misi mulia tersebut harus dapat mendefinisikan dirinya dalam kancah perjuangan kekinian dengan berbagai ancaman dan tantangan yang menanti. Dari sini dapat dilihat bahwa kader-kader HmI merupakan individu yang bertanggungjawab bagi berlangsungnya sistem secara simultan dan oleh karenanya, peran untuk merealisasikan cita-cita luhur HmI secara penuh berada di tangan kader HmI.

Dapat dilihat terlebih dahulu tinjauan makna kader yang dipaparkan dalam glosarium pedoman Perkaderan HMI yaitu,“sekelompok orang yang terorganisasirsecara terus menerus dan akan menjadi tulang punggungbagi kelompok yang lebih besar”. Dalam konteks Himpunan Mahasiswa Islam (HmI), maka pengertian dari perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HmI, sehingga memungkinkan seorang anggota HmI mengaktualisasikan potensi dirinya menjadi seorang kader Muslim – Intelektual – Profesional, yang memiliki kualitas insan Cita. Untuk mewujudkan hal ini tentu dilakukan melalui serangkaian upaya sistematis, yang diwujudkan dalam usaha rekruitmen, pelatihan, dan pembinaan. Keseluruhan upaya untuk menuju hal itulah yang dinamakan dengan sitem perkaderan. Perkaderan menjadi sarana ikhtiar kader-kader HmI yang telah lebih dahulu mengabdi, untuk meneruskan estafet perjuangannya kepada generasi penerus selanjutnya yang terlebih dahulu perlu di didik, di latih dan di bekali kemampuan untuk melanjutkan kehidupan organisasi dalam upaya meneruskan pengabdian.

Perkaderan HmI bertujuan demi terciptanya kader muslim-intelektual-profesional yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi.  Dalam prosesnya, perkaderan HmI bukan merupakan sesuatu yang sempurna, bebas dari kekurangan dan tantangan. Bahkan, perkaderan HmI penuh dengan semua itu. Eksistensi perkaderan HmI dan lebih-lebih pula, eksistensi HmI dimasa selanjutnya ditentukan oleh kemampuan segenap elemen HmI untuk merumuskan sistem perkaderan yang ramah dan mampu dipahami kader terhadap arus dinamika zaman. Arus dinamika zaman yang dimaksud adalah kecenderungan zaman dalam mendefinisikan kehidupan global. Misalkan menambah daftar referensi wajib dalam setiap bahasan HMI yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Bentuk konsistensi dalam merawat perkaderan dengan senantiasa mengedepankan urusan ukrawi ketimbang duniawi. Karena pada dasarnya manusia akan kembali pada sang Khaliq dan setiap apa yang kita lakukan akan mendapatkan balasan. Itulah yang menyebabkan sampai dengan saat ini HmI mampu mempertahankan Khittah nya ditengah hiruk pikuk permasalahan bangsa yang tak kunjung menemukan titik terang dalam hal ini peran kader menjadi pusat startegis berhasilnya HmI merawat keberlangsungan perjuangnnya sampai dengan saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASAHAN KRISIS PENDIDIKAN